TANJUNG, kontrasonlie.com – 121 Desa yang ada di Bumi Saraba Kawa Tahun 2023 ini mendapat “guyuran” dana melimpah.
Bisa dipastikan pundi-pundi APBDes bakal “menggelembung”. Bagaimana tidak, selain guyuran dana dari Transfer APBN, Transfer APBD yang juga bakal ditambah pemerintah daerah sebagai imbas dari naiknya APBD Tabalong.
Tak cukup sampai disitu, masih ada lagi dana tambahan lain, hal tersebut diungkapkan oleh Aidy Risyawal, S.STP, M.Sos, Kepala bidang (Kabid) Pembinaan Administrasi Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Tabalong.
“Dana yang ditransfer dari Pemda ke Desa di APBD Perubahan selain dari kenaikan APBD tersebut, desa masih mendapatkan lagi dana transfer tambahan” bebernya pada kontrasonline.com, baru-baru ini.
“Sumbernya dari Kurang Salur Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2022” sambungnya.
Aidy pun masih belum bersedia menyebutkan berapa nominalnya.
“Besarannya belum dirilis, tapi ada. Dari Rp 28 Miliar (tambahan sementara dana transfer di APBD Perubahan) masih ditambah lagi dengan dana Kurang Salur ADD 2022. Ini bukan lagi kucuran, tapi guyuran karena dana yang diterima sangat lumayan besar” bebernya.
Ia berharap kenaikan yang cukup signifikan ini desa benar-benar memprioritaskan program kegiatan yang bisa meningkatkan perputaran ekonomi masyarakat.
“Dana yang ditransfer ke desa pergunakan pembelanjaannya secara swakelola, prioritaskan program padat karya tunai, program-program pemberberdayaan sehingga guyuran ini secara tidak langsung bisa dinikmati masyarakat” pesannya
Aidy menegaskan adanya kenaikan ini jangan sampai Kepala Desa, perangkatnya dan BPD tersangkut masalah hukum.
“Desa harus memprioritaskan pembangunan desa dan masyarakat” pungkasnya.
Kenaikan dana pembangunan desa yang akan dierima desa di Tabalong juga mendapat sorotan dari Koordinator Presidium Majelis Daerah KAHMI Tabalong, Kadarisman.
Menurutnya kenaikan ADD merupakan berkah bagi pertumbuhan di desa. Dengan catatan kenaikan itu porsinya betul-betul menyentuh aspek kemaslahan masyafakat, bukan sebaliknya, lebih banyak buat belanja operasional.
Belum lagi potensi penyalahgunaan dari penyelenggara desa yang harus diawasi ketat, jika tidak akan semakin membuat masyarakat tidak mendapat manfaatnya.
“Kita tak bisa tutup mata, ada beberapa kades di tempat kita berurusan dengan hukum dan terbukti bersalah oleh putusan pengadilan. Tidak sedikit juga penyelenggara nya diminta mengembalikan uang negara, walau tidak dibawa ke pengadilan. Itu banyak, tanya aja sama inspektorat” tandasnya.
Sisi negatifnya jika kenaikan ADD tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan negara, maka akan menambah beban keuangan negara untuk kepentingan sektor lainnya.
“Kenaikan ADD tidak terlepas dari APBD yang juga mengalami peningkatan. Sumber peningkatan APBD berasal dari belanja APBN melalui transfer ke daerah (TKD) yang tidak terlepas dari peran dari Senayan yang bersiap berkontestasi di pemilu 2024” papar Kadarisman.
Jadi memang kebijakan itu, imbuhnya adalah sebuah kebijakan politik yang didorong oleh kepentingan politik sempit untuk memanfaatkan momentum pemilu agar beroleh nilai elektoral yang diharapkan.
Sejatinya, masyarakat tidak akan melihat bagaimana legislator menggunakan hak inisiatifnya dalam merivisi UU tentang desa, misalnya yang hanya untuk kepentingan elektoral.
“Masyarakat lebih melihat manakah partai politik dan legislator yang berani menolak ketika beberapa produk UU justru merugikan rakyat, seperti UU omnibus Law dan lainnya” tutupnya. (boel/na)