TANJUNG, kontrasonline.com -Pentas Pilkades serentak di Bumi Saraba Kawa tinggal menghitung hari.
“kabar angin” tentang bagi bagi paket pun mulai ramai berseliweran ditengah publik, seperti beberapa calon kepala desa mulai “pdkt” warganya dengan sejumlah iming – iming (Politik Transaksional).
Terkait hal tersebut, Dua calon kepala desa yang akan berlaga di desanya masing – masing angkat bicara.
Edy Rahmanto, SE, MM, calon kepala desa dari Maburai ini menyampaikan politik Transaksional bukan pembelajaran yang baik dalam kehidupan berdemokrasi.
“Pendekatan seperti ini tidak mengedukasi masyarakat dalam berdemokrasi yang sehat” terangnya pada kontrasonline.com Rabu (27/10) siang.
Calon incumbent ini mengatakan memenangkan kontestasi dengan cara transaksional akan membuat desa tidak berkembang.
“Calon yang memiliki potensi namun tidak memiliki uang akan mikir – mikir untuk maju, akibatnya desa akan kehilangan kesempatan dipimpin oleh orang yang berpotensi dan benar – benar ingin mengabdi” bebernya.

Edy menegaskan Ia tidak akan melakukan praktik seperti itu.
“Pencalonan saya bukan karena ambisi, ini bentuk kecintaan saya pada desa, saya tidak akan melakukannya (transaksional)” ucapnya tegas.
“Karena saya calon petahana masyarakat bisa menilai capaian yang sudah desa Maburai raih, hal ini bisa menjadi pertimbangan masyarakat” tambah kades yang pernah menjadi pembicara Webinar tingkat nasional ini lagi.
Kades yang menjadi Vioner pemanfaatan teknologi informasi di Tabalong lewat program “Simpel Desa” ini berharap Pilkades serentak yang akan digelar pada 06 November nanti bisa melahirkan kades terbaik di masing – masing desa.
“Masyarakat jangan terpengaruh andai ada politik transaksi, amati dan nilai calon pemimpinnya. Calon yang berkompetisi juga jangan saling menjatuhkan” pesannya.
Pria murah senyum ini juga berharap panitia pelaksana bisa mengambil peran besar untuk mencegah terjadinya politik “bagi – bagi” ini.
Hal senada juga disampaikan calon kepala desa dari Luk Bayur, Faris Padhly.
Mantan Penyiar Radio senior yang dikenal dengan nama “Faris Jo” ini menegaskan tidak akan melakukan praktik transaksional demi memuluskan langkah menjadi kepala desa.
“Saya tidak akan melakukan politik seperti itu” tandasnya.
Faris mengatakan hal tersebut merupakan salah satu upaya untuk memberi pendidikan politik bagi masyarakat khususnya di desa Luk Bayur.
“Saya memilih jualan program untuk merubah pola pikir dan pola kerja agar desa semakin maju dan berkembang” ungkapnya.

Pria yang didapuk sebagai ketua mesjid di desanya ini juga memaparkan ada beberapa program yang akan dilakukannya apabila terpilih menjadi kepala desa yakni memberikan pelayanan administrasi pada masyarakat secara optimal, transparansi keuangan desa, mengatasi persoalan sampah serta menghidupkan Bumdes dengan pengelolaan yang profesional.
“Warga tidak perlu lagi berurusan Administrasi kependudukan seperti KTP, KK, KIA dan lainnya ke Tanjung, cukup dikantor desa saja” ujarnya.
“Warga juga tidak perlu lagi mengeluarkan uang iuran sampah Rp 15.000 per bulan, desa yang akan membeli sampah (yang bisa dijual kembali) lewat Bank Sampah. Pemuda desa juga di dorong untuk maju karena mereka adalah agen perubahan di desa” pungkasnya.(Boel)