Disperindag Tawarkan Warga Tetap dapat Lapak Berdagang
TANJUNG, korankontras.net – Usai menghadiri pertemuan dengan Disperindag Tabalong yang difasilitasi komisi ll DPRD, belasan hingga dua puluhan warga RT 06 Kelurahan Pulau kecamatan Kelua meninggalkan gedung Graha Sakata pada Kamis sore dengan langkah gontai.
Pertemuan terkait rencana penertiban kios di pasar kelua oleh Disperindag dan warga yang mendiami toko masih belum menghasilkan kesepakatan.
Berjalan lambat, Sri Rohana tampak menunggu rekannya di halaman gedung wakil rakyat saat dijumpai awak korankontras.net.
Perempuan 48 tahun ini menuturkan bahwa Ia dan keluarganya sudah menempati toko tersebut sudah lebih dari 50 tahun.
“Toko sudah ditempati sejak orang tua, saya hingga sekarang” ujarnya mengawali cerita.
Toko tersebut dimanfaatkan orang tuanya untuk berjualan.
“Kalau saya bikin kue dan dititipkan ke warung-warung” ucapnya.
Beberapa waktu yang lalu 28 orang warga termasuk Rohana yang mendiami toko tersebut mendapat surat edaran dari Disperindag yang akan melakukan penertiban dan diberi batas waktu hingga tanggal 28 Februari nanti.
“Setelah membaca surat tersebut dan tahu akan dibongkar, takajut, langsung lamahan awak ulun, manangis ulun” ujarnya sedih.
Esok harinya, sambung janda anak satu ini lagi, Ia dan temannya berangkat ke Disperindag untuk membicarakan persoalan tersebut.
“Tak ada solusi dan tak ada ganti rugi” imbuhnya.
Rohana menuturkan toko tersebut seiring dengan waktu mulai di renovasi sedikit demi sedikit hingga sekarang menjadi tempat tinggal.
“Semua biayanya menggunakan uang pribadi, tak menggunakan uang bantuan pemda, kami juga membayar sewa dan pajak” bebernya.
Ibu satu anak ini pun mengakui bahwa lahan yang mereka tempati adalah milik pemda.
“Kami tidak memungkirinya, tapi biarkan kami mundur ke tanah bagian belakangnya, dibagian muka orang akan ramai jualan, biar sama (sejajar) dengan warga yang disamping namun tempat tinggalnya tidak digusur” ungkapnya.
Saat disampaikan bahwa membangun rumah dibantaran sungai secara aturan tidak diperbolehkan, Rohana nampak terdiam sesaat.
“Kalau tidak boleh, saya minta ganti rugi untuk bangunannya, tanahnya memang bukan milik kami” pungkasnya.
Diketahui, saat dialog antara warga dan Disperindag tidak semua yang menempati toko dan mengalihfungsikannya tersebut berjualan.
Disperindag juga sudah menawarkan Solusi bahwa warga yang mendiami toko dan memang berjualan tetap mendapat hak space kios/lapak untuk berdagang.
Lahan yang ditempati warga secara Legalitas memang milik Pemda dengan bukti Sertifikat dan toko- toko yang tercatat sebagai Asset daerah.
PBB yang dibayar warga tersebut adalah bukti pembayaran bukan atas kepemilikan hak tanah melainkan pembayaran kewajiban atas penempatan toko sedang pembayaran yang dilakukan saban bulan adalah biaya sewa toko yang memang harus dibayarkan.
Karena belum ada kesepakatan, sesuai komitmen, DPRD bersama Tim terpadu yang terdiri dari semua instansi terkait akan melakukan peninjauan lapangan sekaligus mencari solusi pada Februari nanti. (Boel)