TANJUNG, korankontras.net – Menanam padi dengan cara “manugal” bagi masyarakat Dayak Ma’anyan yang tinggal di desa Warukin melalui persiapan yang panjang bahkan hingga berbulan bulan.
Aktivitas berladang mereka mulai pada bulan Maret dengan pembersihan lahan, pada bulan Juni penebangan pohon-pohon, kemudian bulan Juli sampai Agustus tahap pengeringan.
Pada bulan September dilakukan tahap pembakaran, satu bulan kemudian pembersihan atau mamanduk dan setelah bersih maka masyarakat setempat siap melaksanakan acara manugal yang mereka sebut dengan “Nawu Wini”.
Nawu Wini pun melalui ritual yang diturunkan dari nenek moyang orang Dayak sebelum jaman kerajaan Nan Sarunai untuk kegiatan berkebun atau berladang.

Menurut Ketua Adat Desa Warukin, Yulius Mince ritual Nawu Wini dilakukan bersama masyarakat satu kampung dan ritual itu hanya satu kali saja digelar.
“semua bibit-bibit mereka dikumpulkan untuk kemudian dilanjutkan dengan ritual dan kegiatan ini pun sangat sakral bagi masyarakat Dayak Ma’anyan sehingga tidak bisa sembarangan” jelas Mince.
Pelaksanaan ritual dipimpin seorang pawang yang sebelumnya sudah dipilih oleh masyarakat. Pemilihan pawang ini juga tidak sembarangan karena mereka memilih orang yang mempunyai ilmu turunan lewat mengaji atau berguru.
“dalam ritual sesajen khusus disiapkan sebagai syarat tradisi Nawu Wini, sesajen itu berupa nasi, telur, potongan daging, hati dan darah ayam kemudian didalam buyung wini berupa tanam-tanaman, air, tanah yang kemudian dimasukkan ke dalam bambu” jelasnya lagi.
Sesajen yang telah disediakan itu, imbuh Mince merupakan bentuk rasa syukur dan terimakasih masyarakat Dayak Ma’anyan kepada roh-roh yang menjaga bumi hal itu dilakukan agar dijauhkan dari bahaya.
Tradisi Nawu Wini bertujuan agar masyarakat Dayak Ma’anyan dapat mendapatkan hasil kebun yang bagus dan orang-orang yang melakukan kegiatan manugal mendapat hasil maksimal saat menjual hasil panennya. (Can)
