Rahimullah
Alumni FISIP Universitas Lambung Mangkurat
Mahasiswa Pascasarjana FISIP Universitas Airlangga
Pemerintah yang dalam hal ini pihak eksekutif dan legislatif kembali bersepakat tentang ketentuan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah diselenggarakan pada Desember 2020 mendatang. Kalimantan Selatan merupakan salah satu daerah diantaranya yang juga akan menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan.
Sekarang ini politik Kalimantan Selatan nampaknya mulai memanas yang ditandai adanya koalisi antara Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang telah bersepakat merekomendasikan H. Sahbirin Noor yang berpasangan dengan H. Muhidin sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Kalimantan Selatan.
Partai politik lain di antaranya yang sejak awal menyatakan dukungannya kepada petahana yang dalam hal ini Sahbirin Noor sebagai Calon Gubernur nampaknya meninjau ulang keputusannya yang bisa saja dikarenakan kader yang diajukan sebagai pendamping petahana kandas, dan atau ada faktor lainnya.
Sejak awal memang tidak ada kader partai politik yang mengajukan diri sebagai Calon Gubernur untuk menantang sang petahana Sahbirin Noor, yang ada malahan “berebut” ingin menjadi pendampingnya. Hal ini berbeda dengan H. Denny Indriana yang berasal dari luar partai politik yang sejak awal berani mengajukan diri sebagai Calon Gubernur untuk menantang sang petahana yang keinginanannya tidak bertepuk sebelah tangan dikarenakan kepiawaiannya telah mendapatkan respon positif secara langsung dari Ketua Umum Partai Demokrat dan juga Ketua Umum Partai Gerinda.
Jika kita menelisik tidak sedikit tokoh banua baik itu kalangan yang berasal dari partai politik maupun di luar partai politik yang pantas menduduki Kursi Satu Kalimantan Selatan. Hanya saja mereka bisa saja tersandera modal politik, dan atau masih menguatnya pragmatisme masyarakat dalam memilih pemimpin yang membuat mereka mengulurkan niat untuk ambil bagian dalam kompetesi perpolitikan banua Kalimantan Selatan.
Partai politik tentunya sebagai kartu As mempunyai peran strategis dalam rangka menghadirkan Tokoh Banua yang dianggap pantas menduduki Kursi Satu Kalimantan Selatan. Partai politik sebagai perahu merupakan prasyarat untuk berlayar mengarungi “pertarungan” di kancah perpolitikan banua Kalimantan Selatan.
Dalam hal ini, penulis tertarik mengungkit keberadaan Tokoh Banua diantaranya ada H. Rudy Resnawan dan Pangeran H. Khairul Saleh yang belakangan ini nampaknya menghilang dari pemberitaan perpolitikan banua. Penulis beralasan mengungkit keberadaan kedua tokoh tersebut dikarenakan di periode sebelumnya mempunyai ambisi menuju Kursi Satu Kalimantan Selatan.
Pertama, H. Rudy Resnawan tentunya bukan hal yang berlebihan dikatakan pantas menduduki Kursi Satu Kalimantan Selatan, mengingat yang bersangkutan familiar bagi sebagian besar masyarakat banua dengan pengalamannya sebagai birokrat dan menjadi Walikota Banjarbaru serta juga sebagai Wakil Gubernur Kalimantan Selatan yang dijalaninya selama dua periode berturut-turut dalam jabatannya. Lagi pula, H. Rudy Resnawan juga mempunyai daya pikat elektoral strategis di tataran Wilayah Hulu Sungai atau biasa disebut Wilayah Banua Anam.
Kedua, Pangeran H. Khairul Saleh familiar bagi masyarakat banjar yang pernah menjabat dua periode sebagai Bupati Kabupaten Banjar. Selain itu juga yang bersangkutan familiar di Wilayah Banua Anam yang diantaranya karena kebesaran namanya di ranah kerajaan banjar dan kemampuannya meraup suara masyarakat yang membuatnya berhasil terpilih sebagai wakil rakyat senayan.
Sehingga kedua tokoh tersebut bukan hal mustahil menyetujui pinangan untuk mencalonkan diri jika partai politik memberikan sepucuk kertas rekomendasi dalam perebutan Kursi Satu Kalimantan Selatan. Bilamana partai politik pada waktunya mengusung kedua tokoh yang dimaksud atau salah satu diantaranya merupakan kejutan bagi masyarakat banua, dan bahkan bisa saja lebih mengejutkan lagi bagi pasangan H. Sahbirin Noor dan H. Muhidin dikarenakan sama-sama berasal dari Partai Golkar dan juga Partai Amanat Nasional. Dan, atau partai politik meminang tokoh banua lain yang dianggap pantas berperan sebagai Nahkoda Kalimantan Selatan.
Penulis tentunya juga dalam tulisan ini tidak bermaksud untuk memihak siapapun dalam konstelasi perpolitikan banua, melainkan menganalisis kemungkinan adanya kejutan dalam perebutan Kursi Satu Kalimantan Selatan. Tentu partai politik yang mempunyai kuasa mewujudkan kejutan tersebut.
Semoga siapapun yang menang baik itu dari petahana ataupun penantang tidak sekadar memenangkan jumlah mayoritas suara rakyat tetapi juga sekaligus memenangkan nurani rakyat. Karena rakyat yang akan dirugikan bilamana ajang perebutan Kursi Satu Kalimantan Selatan ini hanya sekedar menjalankan demokrasi prosedural yang merupakan acara ritual lima tahunan belaka. Namun kemenangan yang diraih tidak dibarengi dengan penerapan demokrasi substansif berupa implementasi pembangunan, keadilan serta kesejahteraan yang nyata dirasakan rakyat banua Kalimantan Selatan.*