TANJUNG,KoranKontras.net- Ternyata, masalah debu yang dikeluhkan warga Tabalong juga sudah masuk ke pengaduan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat.
Hal ini pun diakui Kepala DLH Tabalong, Rowi Rawatianice, menurutnya cukup banyak aduan masyarakat terkait masalah debu yang masuk kepadanya
Rowi mengatakan bahwa potensi asal debu bukan hanya dari TPI dan MSW.
“Bukan maksud saya membela, Dokumen resmi mereka menyatakan alat yang mereka gunakan sudah diupayakan ramah lingkungan” ujarnya pada awak koran kontras, Selasa (10/03).
Rowi juga menyampaikan bahwa potensi debu bisa saja dari bukaan lahan yang luas dan ditiup angin ataupun dari jalan
“Kalau TPI dan MSW sudah pasti iya (berpotensi)” tandasnya.
Ia juga mengakui pihaknya tidak berani memastikan debu berasal dari mana.
“Supaya tidak jadi bola panas dan ada pihak yang tertuduh, kami ber’itikad tahun depan untuk mengadakan penelitian” ungkapnya.
Dengan penelitian tersebut, sambungnya, akan dikaji potensi debu berasal dari mana saja, dengan menggunakan tester akan diketahui apakah debu berasal dari pembakaran MSW/TPI atau bukan.
Rowi menegaskan bahwa hingga saat ini belum bisa dipastikan siapa penyumbang debu terbanyak dan dari mana saja asalnya.
“Lokasi penambangan yang bukaannya luas dan letaknya cukup dekat dari PLTU juga berpotensi menyumbang debu” tandasnya lagi.
Rowi juga menilai bahwa penelitian terkait debu ini urgent.

Ia menambahkan bahwa keluhan tentang debu cukup banyak, tidak hanya dari warga, rumah sakit namun juga dari DPRD.
“Kalau tak kami lakukan (penelitian), kami abai” timpalnya.
Dengan penelitian, tambahnya, tak ada maksud untuk menghakimi si penyebab tapi akan dirangkul dan cari solusi sehingga lingkungan menjadi sehat.
DLH Belum Punya Alat Yang Memadai
Terkait pengadaan alat, Rowi juga mengakui bahwa alat yang dipunyai DLH kekurangan.
“Karena Fortable, alat sensitif goyang sedikit harus di kalibrasi ulang, dengan kondisi saat ini dimana potensi debu tinggi kalau hanya menggunakan alat yang ada keakurasian dan kedetilan komponen yang bisa di baca terbatas” paparnya.
Ke depan, harapnya, kita bisa memiliki alat minimal untuk diwilayah perkotaan.
Misalnya Alat yang di inginkan ini mampu memonitor selama 24 jam, semua data terekam termasuk indikator bahaya karena melewati ambang batas akan muncul tambahnya.
“Namanya saya tidak ingat persis, alat seperti ini semakin bisa memberikan jaminan pada masyarakat bahwa kondisi lingkungan atau kualitas udara kita bagus” sambungnya.
Hingga sekarang, ujarnya lagi, ketika ada laporan (terkait keluhan debu) ditindak lanjuti dengan penelitian menggunakan alat yang dipunyai, uji laboraturium, secara faktual hasilnya masih dibawah ambang batas baku mutu.
Bakan sambungnya pula, tahun kemarin dua kali pihak provinsi melakukan pantauan dengan meletakkan alat di dua titik lokasi “tertuduh” (MSW), hasil debu yang ditangkap dibawa ke laboratorium dan diteliti, hasil baku mutu belum terlampaui.
“Ke depan, kami akan lakukan edukasi pada masyarakat, walau ada debu tapi dalam batas di izinkan itu tak masalah, kecuali terlampaui” pungkasnya.(Boel)