TANJUNG,KoranKontras.net- Percaya apa tidak, hampir sebagian besar tahun yang dilewati Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) TIRTA milik pemkab Tabalong semenjak didirikan hingga sekarang selalu merugi.
Hal ini diakui oleh Direktur PDAM TIRTA, Abdul Bahid, Saat ditemui di ruang kerjanya.
Bahid memaparkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan kenapa PDAM TIRTA selalu “kada bahujung” dalam bisnis airnya seperti penjualan air di bawah harga modal, perhitungan penyusutan peralatan termasuk masalah Inflasi, kenaikan Upah karyawan (UMK) dan kenaikan tarif listrik (sebagai penggerak mesin pompa air).
Data dari hasil audit menyatakan, rata-rata kerugian PDAM dalam satu tahun angkanya menembus hampir Rp 7 Miliar ungkap Bahid.
“Penyumbang terbesar dari kerugian tersebut adalah penyusutan peralatan seperti mesin dan pipa yang sudah tua” bebernya.
Faktor selanjutnya adalah masalah Penjualan air di bawah harga pokok penjualan (HPP) dan tingkat kebocoran.
“Air yang selama ini dijual ke pelanggan selalu disubsidi, kalau mau di atas HPP maka harga jualnya minimal Rp 6.880 per meter kubik” timpalnya.
Bahid mengungkapkan bahwa hampir seluruh PDAM yang ada di Kalsel menjual air di bawah HPP.
“Hanya PDAM Bandarmasih di Banjarmasin yang surplus dalam menjual air, tarifnya sekitar Rp Rp 8.400 per meter kubiknya, selebihnya termasuk kabupaten kita menjual air di bawah HPP” jelasnya.
Sedang untuk kebocoran, memberi andil pada kerugian yang di derita PDAM sebesar 27%.
“Sudah menurun ini, sebelumnya malah 29%” tegasnya.
Cukup tingginya kebocoran air dikarenakan jaringan pipa banyak yang sudah berusia tua.
Bahid juga mengungkapkan sebelum masa dirinya bertugas sebagai direktur hingga sekarang, PDAM tidak memiliki dana yang bisa “disisihkan” untuk perawatan rutin mesin pompa ataupun perawatan rutin perpipaan karena Harga jual air yang di bawah HPP.
“Dengar berbagai pertimbangan, jalan terakhirnya kami harus menaikkan tarif air, supaya kondisi keuangan tidak semakin terpuruk” pungkasnya.(Boel).