TANJUNG,KoranKontras.net- Kabut asap yang menyelimuti beberapa provinsi di negeri ini membuat pemerintah mengambil sikap tegas terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan.
Tindakan tegas dari pemerintah juga berimbas pada masyarakat pertanian ataupun perkebunan yang ada di banyak daerah termasuk di kabupaten Tabalong.
Marhani, kepala desa Nawin kecamatan Haruai mengungkapkan bahwa warganya sudah beberapa kali datang ke kantor desa mengeluhkan persoalan larangan pembukaan lahan dengan cara di bakar.
“Dilematis memang, di satu sisi ketentuan larangan membakar lahan berlaku Nasional tapi di sisi lain kearifan lokal pembukaan lahan dengan cara seperti ini seakan tidak dihargai” bebernya beberapa waktu lalu.
“Kepala desa yang repot, karena harus menempatkan diri di titik tengah” ucapnya masygul.
Warga siap saja tidak membuka lahan dengan cara di bakar tapi mereka minta di beri “jatah” beras perminggu untuk keperluan hidup sebagai kompensasinya, imbuhnya dengan senyum hambar.
Namun, Marhani bersyukur warganya masih mau “melapor” dan menyampaikan keluh kesah terkait persoalan ini.
“Kami tidak bisa melarang keras namun juga tidak menyuruh, dengan begini semuanya merasa di hargai” ujarnya.
Kearifan lokal membuka ladang dengan cara di bakar sudah berlangsung lama, mungkin sudah berpuluh- puluh tahun dan tak pernah menimbulkan dampak asap berlebihan.
Ladang di tempat kita adalah tanah kering, di mana saat di bakar setelah semak, daun ranting dan batang pohon terbakar habis maka api akan padam tanpa menimbulkan asap berlebih, berbeda dengan lahan gambut paparnya.
Ia mengatakan harusnya dibedakan antara ladang kering dan lahan gambut yang bila dibakar banyak megeluarkan asap.
“di bakar lebih praktis dan lebih murah, kalau menunggu lapuk pasti butuh waktu lama, kapan lahannya bisa produksi” timpalnya.
Marhani menambahkan kalau ketersediaan pangan di rumah sebagian warganya diperoleh dengan menanam padi di ladang hanya untuk konsumsi sendiri, bukan untuk diperjual-belikan.
” hasil padi di ladang untuk makan satu tahun” terangnya lagi.
Hal ini juga menopang program kemandirian pangan menuju swa sembada pangan yang dicanangkan pemerintah.
Meminta Ada Solusi Bagi Petani
Ia meminta agar ada solusi dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah terkait persoalan ini tanpa merugikan petani di satu sisi.
Marhani menyampaikan alternatif yang mungkin bisa menjadi solusi, yakni setiap tahun desa mendata warga yang ingin membuka lahan sehingga zona sudah terpetakan dan bisa di antisipasi.
Desa boleh menganggarkan kegiatan untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) untuk tindak pencegahan dan meminimalisir karhutla.
Solusi lainnya yang Ia tawarkan adalah desa boleh membantu biaya operasional menggunakan alat berat.
“Kalau warga harus menyewa alat berat untuk membuka lahan, biayanya pasti mahal, warga tentu tidak akan mampu” tandasnya.
Beberapa kepala desa yang ditemui awak koran kontras pun mengeluhkan persoalan yang sama.
Mereka pun “bingung” harus mengambil sikap apa yang tidak merugikan warganya di satu sisi namun juga tidak bertentangan dengan aturan. (boel)