TANJUNG,KoranKontras.net- Kondisi lingkungan yang dihuni warga desa Manduin RT.03 kecamatan Muara Harus yang letaknya berdekatan dengan jalan angkutan tambang batubara milik PT. Adaro Indonesia terlihat memprihatinkan.
Lingkungan mereka terlihat gersang disaat kemarau ini, apalagi debu yang beterbangan cukup membuat mengganggu warga desa.
Nova, salah seorang warga yang rumahnya persis bersebelahan dengan jalan angkut batu bara menceritakan bahwa Ia dan 7 kepala keluarga (KK) tinggal di gang desa tersebut.
“Saya tinggal di sini sudah 10 tahun, kalau warga asli sini lebih lama lagi yang merasakan debu, bising dan getaran dari aktifitas angkutan batu bara ini, mungkin sudah 20 tahunan” terangnya pada awak koran kontras, Selasa (17/09).
Perempuan 28 tahun ini mengeluhkan bagaimana tiap hari Ia dan warga lainnya harus membersihkan rumah karena debu.
“Belum kering di pel, lantai sudah berdebu lagi” ucapnya jengkel.
Walaupun perusahaan sudah menyiram jalan tersebut sambungnya lagi, hampir tidak berpengaruh banyak karena debu masih banyak.
Belum lagi masalah bising akibat operasional perusahaan siang dan malam tanpa henti bahkan Kalau malam suara lebih terdengar nyaring, apalagi kalau musim penghujan, bisingnya semakin memekakkan telinga, tambahnya.
Ia menjamin orang yang baru pertama kali tidur di tempatnya akan terganggu dan susah tidur karena suara bising.
” Saat ada ban mobil meletus pun walau lagi tidur kami kaget dan terbangun, takut kalau kenapa- kenapa” ujar guru Ngaji anak-anak ini sedih.
Hal senada juga di ungkapkan Ridha.”Kalau rumah kami terbuat dari beton, mungkin sudah lama retak-retak karena kuatnya getarannya” cetusnya.
Tak jauh berbeda, Husni pun mengeluhkan kondisi yang sama, Pria 38 tahun ini menambahkan bahwa dulu warga yang mendiami gang desa tersebut cukup banyak, namun sekarang tinggal beberapa buah saja lagi.
” dulu rumah mereka dibebaskan oleh Adaro, kami tidak mau menjual karena menurut kami harga yang ditawarkan perusahaan terbilang murah, apalagi mereka membelinya lewat makelar” bebernya.
“Warga yang tinggal di gang siap menjual tanah dan rumah dengan syarat di beli dengan harga yang pantas, supaya kami bisa beli tanah dan bangun rumah lagi di tempat lain,” ucapnya.
Mirisnya lagi ungkap Nova, ia dan warga lainnya di gang desa tersebut tidak pernah menerima “kompensasi” apa pun, baik berupa uang, barang obat-obatan ataupun biaya saat sakit.
Saat musim kemarau pun warga yang desanya belum di masuki PDAM ini urunan untuk membeli bahan bakar mesin mompa air.
“Saat kemarau, sumur kami kering, kami urunan beli BBM untuk menyedot air di sungai mengisi sumur, tak pernah ada bantuan air bersih dari perusahaan” timpal warga lainnya kecewa.
“Kami juga kecewa karena saat PT.Adaro membangun jalan dan jembatan baru yang ada di samping jalan yang ada tanpa mensosialisasikannya kepada kami secara langsung, malah kami hanya tahu dari aparat desa” celetuk warga lain.
“Memang benar mereka membangun jalan di atas tanah milik perusahaan sendiri, namun bagaimana dengan keselamatan dan kesehatan kami yang rumahnya semakin dekat dengan jalan baru itu” keluhnya pula.
Karena sudah tak kuat lagi atas dampak yang diterima, ratusan warga Selasa (17/09) menggelar demo dan sempat menutup jalan tambang yang melintasi desa mereka.
Nova dan beberapa warga lainnya berharap agar perusahaan menerima tuntutan kompensasi warga dan mencarikan solusi bagi warga yang tinggal di gang desa.
“Kada kasian kah perusahaan wan kami ?” ujarnya getir. (Boel)