Melintasi desa ini tahun 90 an akan tercium aroma khas jengkol atau jaring bahkan hingga di jalan poros Tanjung Kelua, siapa saja yang melewati sudah hapal jika mereka sedang masuk wilayah desa Murung Karangan Kecamatan Muara Harus Kabupaten Tabalong.
Masa itu masa kejayaan jengkol di desa yang dihuni sekitar 1.400 jiwa ini , hampir semua kepala keluarga nya selain sebagai petani mereka juga pedagang jengkol.
Hendra Wahyudi, Aparat Desa Murung Karangan menceritakan jika dulu desanya dikenal sebagai “penghasil” Jaring.
“persisnya saya tidak ingat, mungkin dikisaran tahun 90 an hingga awal tahun 2000 an”ujarnya sambil mengingat ingat kejadian kala itu.
Saat itu sambungnya lagi, berpuluh puluh orang warga yang tinggal di RT 01 dan 04 menjual jaring. “hampir tiap rumah warga di RT 01 dan 04 menjual jaring”kenangnya.
Kebanyakan masyarakat desa menjual depan rumahnya, Jaring juga di pasarkan berkeliling dengan sepeda ataupun kendaraan roda dua dengan “manyasah” pasar-pasar yang tersebar di wilayah kabupaten Tabalong hingga kabupaten tetangga.
Sambil berkeliling menjajakan jualan, mereka juga mencari informasi untuk membeli jaring mentah yang nantinya setelah di masak akan di jual kembali.
“saat keluar masuk kampung berjualan mereka sambil bertanya pada para pembeli siapa ada yang punya buah jaring yang nantinya akan dibeli dan di bawa pulang untuk di olah lagi”tutur Hendra.
Mereka memburu jengkol di desa desa lain karena keberadaan pohon jengkol di desa murung karangan terbilang sedikit.
Namun beberapa tahun terakhir ini jumlah penjual Jaring ini menurun drastis dan hanya tersisa beberapa orang saja lagi.
”yang bertahan menggeluti usaha ini hingga sekarang hanya lima orang saja lagi, dua diantaranya saja lagi yang murni hanya menjual Jaring”ungkapnya.
Itu pun bersipat musiman, artinya mereka hanya menjual jaring saat musimnya tiba.
”kalau tidak sedang musim ya tidak jualan yang dua orang tersebut”paparnya.
Hendra memperkirakan salah satu penyebab berkurangnya jumlah pedagang jaring di desanya karena sulit mencari bahan baku serta harganya yang cenderung selalu naik.
“karena musiman bahan baku jaring terbatas ketersediannya, kalaupun ada di luar musim harganya sudah mahal”bebernya lagi.
Pria ini juga mengatakan kalau di desanya tidak ada warga yang memiliki kebun jaring.”sepengetahuan ulun tidak ada warga di sini yang berkebun jaring, paling-paling hanya ada beberapa warga yang punya satu atau dua pohon saja”pungkasnya.
Sebagai aparat desa Ia juga ingin kembali menghidupkan desanya kembali menjadi desa penghasil jengkol terlebih sekarang ini jengkol menjadi makanan dengan nilai ekonomis tinggi (boel)