TANJUNG,Koran Kontras.net- Penjaringan aparat desa dengan tawaran tiga opsi bagi pemerintahan desa tahun 2017 lalu ternyata masih menyisakan polemik di desa.
Seperti yang terjadi di desa Kaong kecamatan Upau hingga kini masih belum “selesai” permasalahan perekrutan aparat desa bahkan beberapa hari lalu sempat viral di media sosial kantor desa di segel oleh beberapa orang warga desa.
Pemicu permasalahannya salah seorang yang mengikuti test seleksi Sekretaris desa (Sekdes) mendapatkan nilai Computer Assisted Test (CAT) tertinggi namun tidak diangkat menjadi sekdes di desa Kaong.
YN peserta dengan nilai CAT tertinggi mempersoalkan kenapa dirinya yang memperoleh nilai tes CAT tertinggi bahkan untuk se kecamatan Upau malah tidak dilantik menjadi aparat desa hingga sekarang.
Melalui WA pada senin malam (27/5), Ia mengatakan jika dirinya hingga sekarang tak kunjung dilantik menjadi sekdes.
Pada hal sambungnya lagi, rekomendasi dari kecamatan secara jelas mengatakan kalau dirinya lah yang terpilih menjadi sekdes dengan nilai CAT tertinggi di banding pesaingnya.
Merasa Haknya tidak dipenuhi, dirinya sudah mengadukan permasalahan ini pada pihak kecamatan ataupun DPMPD kabupaten Tabalong namun tidak jua memberikan kejelasan bagaimana nasibnya.
Bahkan lanjut YN, kepala desa Kaong sudah diberi surat teguran tertulis dari Bupati Tabalong per tanggal 05 maret 2019 dengan nomor surat -066/DPMPD/Pemdes/140/03/2019.
Karena tak ada jua respon dari pihak kepala desa YN menggelar unjuk rasa di depan kantor desa Kaong dengan membawa kertas yang bertuliskan aspirasinya hingga menyegel kantor kepala desa seperti yang di unggah pada salah satu akun Face book (FB) beberapa waktu lalu.
Surat Pemberitahuan unjuk rasa pun sudah Ia layangkan ke Kapolsek Upau tanggal 24 mei yang lalu.
Terpisah, kepala desa (kades) Kaong Muliadi saat di temui di sela waktunya konsultasi kegiatan desa di kantor DPMPD pada Selasa (28/05) menceritakan kronologis dan alasan mengapa YN tak kunjung dilantik.
Pada saat penjaringan aparat desa dua tahun lalu, Muliadi mengaku mengonsultasikan masalah ini kepada kepala dinas DPMPD dan disarankan untuk ikut tes CAT dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan dalam penguasaan komputer.
Kades Kaong, Muliadi
” posisi yang di cari yaitu Sekdes dan Kesra, untuk sekdes sementara di isi Plh. karena Sekdes yang sebelumnya usianya sudah 60 an tahun dan tak bisa ikut seleksi” terangnya.
Setelah hasil tes CAT keluar lanjutnya lagi, dirinya selaku kepala desa melakukan musyawarah dengan panitia seleksi, tokoh masyarakat, Lembaga dan BPD untuk membicarakan masalah penetapan Sekdes.
“Walaupun saya yang memutuskan namun sebelumnya sudah melalui hasil musyawarah, dan ini dituangkan dalam berita acara, bahkan ada tanda tangan bermatrai untuk menerima apa pun keputusan musyawarah “papar Muliadi.
Ia menegaskan bahwa apa yang “dijalankannya” sesuai dengan hasil musyawarah dan evaluasi bersama, bukan atas ego pribadi.
Dengan tenang kades yang menjabat sejak 2013 lalu menyampaikan bahwa untuk menjadi seorang aparat desa penguasaan CAT hanya merupakan salah satu hal pendukung saja, banyak hal lain yang harus dipertimbangkan seperti perilaku di masyarakat dan jiwa sosial yang tinggi.
“Saya ingin aparat desa yang membantu menjalankan pemerintahan di desa memang orang yang benar-benar bisa diandalkan” ujarnya lagi.
Permasalahan timbul pada saat desa akan menyampaikan hasil musyawarah ternyata surat rekomendasi dari kecamatan Upau sudah terlebih dulu keluar yang menyatakan untuk melantik calon aparat desa dengan berdasar hasil CAT tertinggi saja.
“disini lah permasalahan ini bermula”ucapnya. Ia pun sangat menyayangkan kenapa pihak kecamatan tidak menunggu rekomendasi hasil musyawarah dan evaluasi dari desa sebelum mengeluarkan surat.
” kalau dirembugkan lebih dulu, mungkin kejadianya tidak seperti ini”ucapnya.
Muliadi bersikukuh untuk tetap menjalankan keputusan musyawarah dan evaluasi dari tokoh masyarakat, panitia seleksi, Lembaga dan BPD untuk tetap mempertahankan sekdes yang ada.
“Keputusan ini saya laksanakan juga sesuai dengan mekanisme dan suara mayoritas dalam forum”ungkapnya.
Ia pun menegaskan kembali bahwa keputusan untuk memberi SK sekdes Plh. diambil berdasarkan hasil musyawarah dan suara mayoritas, bukan satu dua orang saja.
“Harus di pahami, SK kades bupati yang buat, sedang SK aparat desa kades yang buat karena bertugas membantu pekerjaan kades, banyak hal yang dipertimbangkan untuk mengangkat aparat, bukan hanya hasil CAT saja”jelasnya lagi.
Hingga saat ini belum ada mediasi antara kepala desa, YN dan pihak terkait seperti kecamatan dan DPMPD untuk mencari jalan tengah, aku Muliadi.
Sedari awal Muliadi juga pernah menawarkan jabatan Staff desa pada YN namun ditolak dan tetap bersikukuh untuk diangkat jadi Sekdes.
Terkait dengan adanya unjuk rasa di kantor desa, Muliadi mengaku tidak tahu karena pihaknya tidak ada menerima surat pemberitahuan secara resmi.
“Kalau saya tahu, tidak akan saya pergi ke kantor DPMPD” pungkasnya.(tim)