Pedagangnya hidup segan mati tak mau
Usaha pemerintah daerah untuk menjadikan eks kios 48 atau sekarang di kenal dengan nama pusat kuliner di Mabuun sebagai wadahnya makanan khas atau aneka macam sajian makan nampaknya berjalan lambat.
Pedagang yang menempati kios bukannya bertambah tapi sebaliknya semakin hari semakin berkurang seiring dengan minat masyarakat berburu kuliner yang semakin enggan mendatanginya.
Akibat sepinya pengunjung, banyak kios yang tutup sebagian ditempati oleh penghuni yang baru dan mengalami nasib yang sama dengan penghuni kios lama.
Warung atau kios di pusat kuliner hanya akan ramai apabila ada acara yang diadakan pemda di areal tersebut ataupun kegiatan di Tanjung Expo. Artinya warung- warung baru akan ramai hanya pada saat event-event tertentu saja, selebihnya kembang kempis untuk bertahan hidup.
Dari pantauan awak media koran kontras, hampir separuh warung sudah tidak beroperasi lagi. Hal ini diakui oleh salah seorang pedagang yang menempati salah satu kios. Bahkan menurut ibu berperawakan sedang ini, para penjual silih berganti alias keluar masuk karena sepinya pengunjung.
Walaupun beban sewa yang merupakan akumulasi dari berbagai biaya nominalnya terbilang kecil, hanya Rp 100.000 per bulan, namun belum mampu menarik minat pedagang untuk terus bertahan di warungnya.
Pemkab terus berupaya menghidupkan pusat kuliner yang digadang-gadang akan menjadi salah satu iconnya Tabalong masa yang akan datang, upaya seperti menggelar event-event besar di adakan di pusat kuliner bahkan pasar ramadhan tadi pun di adakan di tempat ini.
Kawasan pusat kuliner pun mendapat sentuhan pembangunan, pagar depan dibenahi dengan merenovasinya menjadi pagar yang permanen dengan dua pintu gerbang megah, upaya tersebut belum mampu juga menyedot warga mengunjunginya.
Pihak pengelolapun tidak ketinggalan berupaya agar pusat kuliner ini hidup, terobosan dilakukan seperti memberikan undian berhadiah umroh kepada pengunjung juga belum mendongkrak pengunjung bahkan ujung-ujungnya justru memberatkan para pedagang karena masing-masing pedagang di minta setor uang Rp. 500 ribu untuk mensukseskan undian umroh tersebut.
Dengan rasa berat mereka memenuhinya di saat usaha mereka belum lagi terlihat hasilnya. “untung saja belum, sudah seenaknya memungut mau mengumrahkan orang , tapi mau bagaimana lagi, kalau tidak ikut bayar kita takut akan diusir keluar” keluh ibu tadi.
Mungkin niat pengelola atau pun pihak pemda baik, untuk menarik minat pengunjung agar datang membeli, namun harusnya caranya lebih bijak dan tidak memberatkan kita keluh pedagang yang lain.
Ironisnya waktu ditanya oleh awak koran kontras apakah sudah diundi dan siapa penerima hadiah umrah, ternyata yang bersangkutan tidak tahu. “ ujar habar sudah di undi pang, tapi kada tahu jua bujur kadanya” imbuhnya dengan bahasa banjar yang medok.
Saat ini warung yang terlihat masih ada pengunjungnya adalah warung yang menempati deretan depan, selebihnya terlihat sepi. mereka berharap eks mall Thaiyyibah segera selesai direnovasi dan beroperasi nanti akan membawa perubahan menjadi lebih baik karena bangunan mall atau dengan nama baru Tanjung Town Square (TATOS) ini letaknya persis disamping pusat kuliner.
Kalau tidak ada inovasi dan langkah yang tepat diambil oleh pemda ataupun pihak pengelola pusat kuliner, tidak menutup kemungkinan tempat ini akan kembali sepi dan menjadi kios-kios yang tak berpenghuni. (tim)