“sekitar tahun 50 atau 60 an, wilayah ini sudah didiami oleh warga”ujar Ismidi, sekretaris desa Banyu Tajun Kecamatan Tanjung mengawali ceritanya.
Jumlah warga terus bertambah hingga mencapai empat puluh kepala keluarga pada tahun delapan puluhan.
Lokasi ini menjadi anak kampung dan dikenal masyarakat dengan nama Kupat, Matuk dan Sandangan yang letaknya berbatasan dengan Kabupaten Barito Timur Kalimantan Tengah.
Hingga akhirnya anak kampung tersebut dijadikan Rukun Tetangga (RT) 7 dalam wilayah administratif desa Banyu Tajun, Ismidi tidak ingat kapan persisnya anak kampung yang didiaminya selama 15 tahun tersebut menjadi RT 7.
“saya masih kecil saat itu jadi tidak mengerti dengan jelas, yang kami ingat kami disana memiliki semangat goong royong yang tinggi” ujarnya.
Jarak dari jalan propinsi sekitar 4 KM, kondisi jalan tidak beraspal jika musim hujan datang jalan seperti kubangan lumpur , mereka yang tinggal disana juga tanpa penerangan listrik.
Kondisi seperti inilah yang akhirnya membuat warga sedikit demi sedikit meninggalkan kediamannya hingga akhirnya pertengahan tahun 90 an yang lalu tidak ada lagi yang menghuni RT 7 tersebut.
“alasan mereka ingin tinggal di tempat yang dekat dengan jalan beraspal dan ada listriknya” ujar Muchlis, Kasi Kesra Desa Banyu Tajun.
Kini hanya tinggal kenangan manis Ismidi saat tinggal disana, namun warga desa Banyu Tajun setiap hari tetap mengunjungi “bekas” RT tersebut untuk menyadap karet.
“hampir semua warga desa memiliki kebun karet di sana, bagi desa kami wilayah itu adalah urat nadi perekonomian warga desa” tandasnya.
Sayangnya perhatian pemerintah kabupaten juga tak kunjung ada hingga kini terutama dalam perbaikan jalan.
“pihak desa sudah mengusulkan berkali-kali ke Pemerintah kabapaten tapi tidak ada juga perhatiannya” ujar Muchlis dengan nada kecewa. (boel)