Puluhan tahun sudah desa Maburai selalu mengalami krisis air bersih saat musim kemarau tiba, hal tersebut dikarenakan desa yang berada di dataran tinggi ini tidak terlayani PDAM.
Terlebih lagi sumur warga selalu kering saat kemarau tiba, menurut Rahmadi (32), pada awalnya permasalahan ini masih bisa di atasi karena masih ada sungai dan sumber air yang bisa di manfaatkan.
Sebagian besar warga memenuhi kebutuhan air untuk mandi dan mencuci pada sungai mangkusip, sungai yang ada di desa Maburai dan sebuah liang atau mata air yang tidak pernah kering.
“warga Rt.01 dan Rt.02 banyak ke sungai mangkusip karena letaknya lebih dekat, dan begitu juga warga Rt.03 dan Rt.04 yang ke liang” jelasnya.
Namun, semenjak PT. Adaro bersama sub kontraknya melakukan perluasan areal pertambangan dengan membeli lahan milik warga, ceritanya menjadi lain, bagian sungai mangkusip yang biasa digunakan warga pada saat musim kemarau lahannya di beli oleh PT. Adaro.
Sungai tersebut kini menjadi tempat pembuangan air limbah adaro yang sudah diolah tapi tetap saja airnya keruh.
“pada saat musim penghujan airnya keruh bercampur lumpur, sedang pada saat kemarau, airnya berwarna agak gelap kebiruan, mungkin karena banyaknya tawas yang digunakan pada bak pengolahan, yang buangan akhirnya dialirkan ke sungai mangkusip hal ini membuat kami was-was memanfaatkan sungai itu lagi” ujarnya lagi.
Tak jauh berbeda nasibnya dengan liang atau mata air. Sekarang aliran dari sumber itu juga menjadi tempat pembuangan limbah cair (mandi dan cuci – red) dari mess PT. SIS.
“karena aliran air itu berada dilahan milik pribadi dan si pemilik tidak memepermasalahkan, warga tidak bisa apa-apa” kata Madi dengan ekspresi yang datar.
Mengingat desa Maburai termasung range satu dalam wilayah kerja PT. Adaro, beberapa langkah sudah di ambil untuk mensiasati masalah ini, mulai dari pembuatan sumur bor dan sumur gali sampai menyuplai air lewat mobil tangki.
Sumur Bor Airnya “batahinagaan”
Namun, setiap musim kemarau, sumur gali maupun sumur bor hampir kering semua. “Kalaupun ada airnya, biasanya agak berwarna dan berminyak, yang dalam bahasa banjar disebut betahinagaan” sambung Madi lagi. Hal ini dikarenakan dasar sumur ataupun titik terdalam sumur bor menyentuh batu bara.
Sedang untuk pasokan berupa mobil tangki air, tidak mampu memenuhi kebutuhan warga. “untuk satu RT saja masih kurang”cetusnya lagi.
Saat ini mobil tangki hanya mendistribusikan air hanya untuk sekolah-sekolah yang ada di Maburai ataupun tempat ibadah saja apalagi menurut informasi dari pihak perusahaan apabila musim kemarau merekapun kekurangan air untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Program PAMsimas juga terancam gagal karena sulit menemukan lahan yang cocok. Sejauh ini, lokasi yang akan menjadi tempat pelaksanaan PAMsimas merupakan milik PT. Pertamina.
“kita hanya bisa pasrah” keluh pria muda ini yang terbayang kembali bagaimana susahnya mendapatkan air bersih saat kemarau nanti.
Ia pun memohon pada pemda saat tanya jawab workshop dan sosialisasi diprogram KOTAKU, bertempat di hotel Jelita, rabu yang lalu untuk bisa membantu mencarikan solusi dari permasalahan ini.
Rowi Rawatianice, selaku sekretaris PU pun ikut prihatin akan permasalahan ini. “saya sudah mengetahui permasalahan ini, dan saya minta maaf karena belum bisa mengatasi masalah ini secara cepat” ujarnya.
Mengingat pipa induk PDAM sudah sampai di dekat islamic center. “mudah-mudahan permasalahan ini bisa cepat teratasi” ujarnya berharap. (boel)