Perkebunan karet di Tabalong menyebar hampir diseluruh wilayah, terutama di wilayah Utara Tabalong seperti kecamatan Upau, Haruai, Muara Uya, Bintang Ara dan Jaro.
Sayangnya tidak semua kebun karet warga ditanami dengan karet bibit unggul yakni dengan bibit yang di okulasi dengan bibit yang baik, tapi masih kebun karet dengan bibit dari biji karet yang dibiarkan tumbuh bahkan jarak tanamannya tidak beraturan karena dibiarkan secara alami atau yang biasa dikenal dikalangan masyarakat sebagai kebun karet “para kampung”.
Para kampung menurut Abdul Rahman, kepala desa Bilas Kecamatan Upau memiliki banyak kekurangan seperti gatah atau karetnya tidak sebanyak bila dibandingkan dengan karet bibit unggul.
“menyadapnyapun relatif lebih lambat karena kebun karet kampung tidak beraturan tanamannya dan bawahnya banyak semak belukarnya berbeda dengan karet unggul” jelas Abdul Rahman.
Bibit unggul jumlah getahnya relatif banyak dibandingkan dengan karet kampung sehingga pendapatan petani karet juga lebih lumayan dibandingkan dengan karet kampung.
“dari 800 hektar kebun karet warga desa Bilas hanya 75 persen saja yang bibit unggul”ujarnya menyambung cerita.
Terkendala Modal
Keinginan untuk mengganti dengan bibit unggul sebenarnya menjadi mimpi warga desanya hanya saja untuk mengganti kebun karet dengan bibit unggul memerlukan banyak biaya dari membersihan kebun hingga menanam dan merawatnya.
“satu bibit kaaret unggul harganya saat ini berkisar Rp.3.500 per batangnya dan satu hektar diperlukan sedikitnya 400 batang bibit karet unggul” jelasnya lagi.
Itu baru beli bibit belum termasuk untuk membersihkan kebun dan merawat dengan membeli pupuk, Ia memperkirakan satu hektar lahan diperlukan puluhan juta untuk menanam karet unggul.
Hal senada diutarakan , Asriani, Kepala BPD desa Bilas, menurutnya masyarakat berkeinginan untuk mengganti bibit karet kampung degnan bibit karet unggul namun semua terkendala dengan biaya.
“kalau melihat petani karet lain yang memiliki kebun bibit karet unggul , warga juga berkeinginan memilikinya tapi apa daya tak memiliki modal” ujar pria berperawakan gempal itu.
Meskipun menurut Asriani harga karet saat ini menurun dipasaran sekitar Rp.5000- 6.000,- perkilogramnya namun minat warga untuk menanam karet juga tidak surut.
“kalau ada yang membuka lahan pasti mereka menanamnya dengan karet karena masyarakat tidak tahu lagi meski menanam apa “ujarnya lagi.
Selama ini masyarakat tahunya menanam karet selalu laku dipasaran walaupun harganya tidak menentu seperti sekarang ini.(lee)